Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja – Dampak Bagi Sektor Usaha Perkebunan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) telah diundangkan pada tanggal 2 November 2020 dengan tujuan utama diantaranya adalah peningkatan investasi dan keterbukaan lapangan kerja. Berbagai peraturan di tingkat undangundang yang mengatur berbagai sektor usaha diubah melalui UU Cipta Kerja yang di dalamnya turut mengatur sektor perkebunan sebagaimana sebelumnya telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan (“UU Perkebunan”). Namun demikian dikarenakan peraturan pelaksanaan dari UU Cipta Kerja diamanatkan untuk diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah, maka untuk memastikan kejelasan dari perubahanperubahan yang diatur dalam UU Cipta Kerja ini sebaiknya pelaku usaha untuk tidak serta merta melakukan tindakan-tindakan atas dasar perubahan yang diatur dalam UU Cipta Kerja sebelum dikeluarkannya seluruh peraturan pelaksanaan yang terkait.

Adapun beberapa catatan kami mengenai ketentuan dalam UU Cipta Kerja yang berdampak pada sektor usaha perkebunan yaitu sebagai berikut:

Penanaman Modal

  1. Penanam modal asing yang melakukan Usaha Perkebunan di Indonesia
    Sebelum UU Cipta Kerja:
    Penanam modal asing yang akan melakukan kegiatan Usaha Perkebunan di Indonesia harus bekerja sama (joint venture) dengan Pelaku Usaha Perkebunan dalam negeri dengan membentuk badan hukum Indonesia. Penanam modal asing ini terdiri dari badan hukum asing atau perseorangan warga negara asing.

    Setelah UU Cipta Kerja:
    Penanam modal asing yang akan melakukan kegiatan Usaha Perkebunan tidak lagi memiliki kewajiban untuk membentuk kerja sama (joint venture) dengan Pelaku Usaha Perkebunan dalam negeri. Namun demikian, penanam modal asing tersebut dalam melakukan kegiatan usahanya harus tetap memperhatikan ketentuan peraturan di bidang penanaman modal (vide Pasal 39 UU Perkebunan sebagaimana yang telah diubah melalui UU Cipta Kerja). Dengan ketentuan baru ini akan mempermudah proses bagi penanam modal asing untuk melakukan kegiatan usaha di sektor perkebunan di Indonesia.
  2. Persetujuan pengalihan kepemilikan Perusahaan Perkebunan kepada penanam modal asing
    Sebelum UU Cipta Kerja:
    Pengalihan kepemilikan Perusahaan Perkebunan kepada penanam modal asing dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan Menteri. Pemberian persetujuan dari Menteri ini sendiri dilakukan berdasarkan kepentingan nasional.

    Setelah UU Cipta Kerja:
    Pengalihan kepemilikan Perusahaan Perkebunan kepada penanam modal asing persetujuannya diberikan oleh Pemerintah Pusat. Berbeda dengan ketentuan sebelumnya, dalam UU Cipta Kerja tidak diatur lagi persetujuan atas pengalihan tersebut diberikan dengan mempertimbangkan kepentingan nasional (vide Pasal 40 UU Perkebunan sebagaimana telah diubah melalui UU Cipta Kerja).
  3. Pengembangan Usaha Perkebunan
    Sebelum UU Cipta Kerja:
    Pengembangan Usaha Perkebunan diutamakan melalui penanaman modal dalam negeri. Terdapat pembatasan terhadap besaran penanaman modal asing dengan memperhatikan kepentingan nasional dan Pekebun (Pekebun adalah orang perseorangan WNI yang melakukan Usaha Perkebunan dengan skala usaha tidak mencapai skala tertentu). Pembatasan ini dilakukan berdasarkan jenis Tanaman Perkebunan, skala usaha, dan kondisi wilayah tertentu (vide Pasal 95 UU Perkebunan)

    Setelah UU Cipta Kerja:
    Pemerintah Pusat mengembangkan Usaha Perkebunan melalui penanaman modal, tetapi ketentuan sebagai berikut dihapuskan:
    (i) ketentuan yang mengutamakan penanam modal dalam negeri; dan
    (ii) pembatasan yang diberlakukan kepada penanaman modal asing (sebelum UU Cipta Kerja, pembatasan ini dilakukan berdasarkan jenis Tanaman Perkebunan, skala usaha, dan kondisi wilayah tertentu).

Perizinan Terintegrasi

Sebelum UU Cipta Kerja:
Perusahaan Perkebunan yang melakukan usaha budi daya Tanaman Perkebunan dengan luasan skala tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu wajib memiliki izin usaha perkebunan.

Setelah UU Cipta Kerja:
Izin usaha perkebunan diintegrasikan dengan perizinan berusaha. Sehingga nantinya perizinan berusaha untuk usaha perkebunan hanya diperlukan satu dokumen saja yaitu perizinan berusaha yang di dalamnya sudah termasuk Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Izin yang akan dapat diproses secara elektronik (Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau OSS). Dengan demikian nantinya pengurusan perizinan terkait dengan usaha perkebunan diharapkan dapat dilakukan lebih sederhana. Namun demikian atas perizinan berusaha di sektor perkebunan sendiri masih akan diatur detailnya melalui peraturan pemerintah.

Adapun terkait dengan perizinan berusaha nantinya akan ada tiga kategori yang dibagi berdasarkan risiko (risiko tinggi, risiko menengah, dan risiko rendah) yang mengenai detail pelaksanaannya akan diatur dalam peraturan pemerintah.

Meskipun terdapat perubahan perizinan namun untuk izin-izin yang telah diterbitkan sebelum berlakunya UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan masa berakhirnya izin tersebut (namun demikian UU Cipta Kerja tidak menjelaskan terkait dengan perlakuan lebih lanjut dari izin yang telah ada tetapi tidak memiliki jangka waktu). Lain halnya dengan izin yang saat ini belum terbit dan masih dalam proses, hal tersebut harus disesuaikan dengan ketentuan izin yang diatur dalam UU Cipta Kerja (vide pasal 184 UU Cipta Kerja).

Artikel secara lengkap dapat diunduh pada link berikut :